(Menjelajahi Kisah) – Rufaidah, Sang Pendamping Abdullah
Rufaidah, Sang pendamping Abdullah
Pada
kesempatan ini atas izin Allah, mari menjelajahi kisah. Yang pada kali ini, aku
nukil dari sebuah buku berjudul “Rufaidah (Kisah Perawat Wanita Pertama dalam
Sejarah islam), karya Ahmad Syauqi al-fanjari. Tebal buku yang dicetak pada
tahun 2014 ini sebanyak 194 Halaman.
Rufaidah
binti Sa’ad Al-Aslamiyah ini merupakan wanita dari Bani Aslam yang merupakan
salah satu marga dari suku Khazraj di Madinah. Dia lahir dan tumbuh di Yastrib,
dan sejarah mencatat dia sebagai muslimah kaum Anshar yang menyambut Rasulullah
dengan tabuhan rebana dan lagu yang sangat terkenal yaitu Tala’al Badru ‘Alaina.
Mujahidah ini telah membuktikan peran seorang muslimah yang begitu luas di
ranah publik.
Pengabdiannya sangat besar saat
perang Badar, Uhud, Khaibar, dn Khandaq.
Disana, Rufaidah mendirikan rumah sakit lapangan yang berpindah-pindah (saat itu dikenal dengan nama Khaimah Rufaidah) untuk membantu para
mujahid yang terluka saat berperang. Dari beliau juga, lahir para perawat yang
handal, bijak, serta tulus hati mewakafkan dirinya dalam perjuangan Islam.
Perjuangganya pun ternyata merambah pada bidang sosial pendidikan.
Tapi tunggu dulu, mari menengok
masa-masa perjuangannya sang perawat pertama ini atau Mumariddah al-islam
al-Ula ini. Karena menurut hasil
literasi penulis buku ini, Rufaidah termasuk Mukhadram, yakni orang yang
mengalami masa jahiliyah dan masa islam sekaligus.
Jadi pada masa jahiliyah, ilmu
kedokteran tidak ikut mengalami kemunduran dan kemorosotan layaknya akhlaq para
warganya. Sekalipun jahiliyah, ilmu kedokteran serta penanganan terhadap luka
dan obatnya sudah mencapai kemajuan yang pesat. Bahkan saat itu bangsa Arab
sudah mengenal semacam operasi plastic (anggota tubuh buatan) dan mereka juga
mampu membuat bahan sintesi bagi yang yang kehilangan angggota tubuh. Coba deh
teman-teman cek, pernah ada kisah Urfajah Ibn As’adalah yang mana kehilangan
hidungnya disaat pertempuran, kemudian para tabib membuatkannya hidung palsu,
dengan atas izin Rasulullah SAW.
Namun
yang jadi pembedanya, pengobatan pada masa jahiliyah itu terkontaminasi dengan
praktik perdukunan dan mistis. Sehingga dalam proses pengobatannya harus ada
upacara ritual terhadap berhala. Dan praktik seperti itulah yang pernah dialami
oleh Rufaidah, terlebih dia merupakan anak dari Sa’ad al-aslami, seorang dukun
tersohor dari Bani Aslam, serta Tabib dari Kota Yastrib.
Bersimpuh
didepan Hubal, kemudian menambah dupa, membaca mantra-mantra purba,
mengelilingi patung-patung, hingga memutar sambil bernyanyi-nyanyi. Ritual itu
acap kali diperintahkan ayahnya Rufaidah kepada para pasien. Barulah setelah itu, pengobatan medis
dilakukan oleh Rufaidah dengan lembut dan penuh kehati-hatian. Hingga banyak
sekali pasien yang merasa puas akan pengobatan yang diberikan Rufaidah dan
ritual penyembuhan oleh Ayahnya.
Dalam
buku ini pula, disinggung kisah interaksi Rufaidah dengan Abdullata, yang saat itu
merupakan calon suaminya, namun tak kunjung menikah karena para dewa belum
melihat peruntungan dari pernikahan mereka, sehingga Abdullata akhirnya banyak
menghabiskan waktu untuk berdagang di mekkah.
Selama di Mekkah itulah, Abdullata mulai mendapatkan hidayah karena
pertemuannya dengan –ia sebut- nabi baru., yang menyatakan bahwa Tuhan
hanya satu.
Dalam
perjalanan berdagangnya pula, Abdullata mendengar bahwa Nabi itu mengatakan
bahwa tukang ramal dan perdukunan merupakan kesesatan dan khurafat. Sampai akhirnya setelah abdullata dan
rufadidah menikah, kemudian sering mendengarkan seruan dan berbincang dengan
utusan nabi yakni Mushab bin umair, akhirnya keduanya mantap mengikrarkan
dirinya masuk Islam. Dan Abdullata berganti nama menjadi Abdullah.
Dari
situ, Abdullah gencar berdakwah di pasar sambil berdagang, hingga akhirnya Sa’ad
ayah Rufaidah mengetahui keislaman mereka. Nmaun setelah melakukan perbicangan
sehat dengan Rufaidah, Ayahnya memahami dan mempertimbangkan keislamannya. Lalu
singkat cerita, pada satu waktu, lima orang pemuda membawa seorang lelaki yang
terluka ke kuil Sa’ad dan Rufaidah, pada punggung dadanya tertancap pisau yang
membuat banyak pendarahan. Lelaki itu pula telah kehilangan lidahnya sehingga
tidak bisa benar-benar berbicara. Ternyata Dia adalah Abdullah, suami Rufaidah.
Sa’ad
dan Rufaidah mencoba sekuat tenaga menghentikan pendarahannya, hati rufaidah
begitu sesak dan air matanya tak berdaya untuk ditahan lagi. Sambil mengobati,
rintik sudah matanya melihat kesakitan yang dialami suaminya. Tapi kemudian
dengan susah payah , Abdullah membisikkan sesuatu “ Bersumpahlah demi Allah,
Rufaidah! Bersumpahlah bahwa engkau akan menyempurnakan perjalanan hidup
sepeninggalku. Bersumpahlah bahwa engkau akan meneruskan perjuangan menyebarkan
Islam dan menebar cahaya di setiap rumah dan disetiap hati, sehingga kita bisa
menyelamtkan kaum kita dari pekatnya kebodohan.”.
Allah,
jikapun itu terjadi pada kita, apa masih berani menyebarkan Islam? Sedang
bahaya dari kaum Kafir mengintai dimanapun berada. Abdullah bersenandung lirih;
Air
mata Rufaidah semakin deras menetes bersebab mendengar senandungan yang semakin
lama semakin lemah. Hingga akhirnya tangan Abdullah terkulai, lirih dari
mulutnya kalimat terakhir “Asyahadu an la ilaaha ilallah wa asyhadu anna
muhammadar rasulullah”.
Nafasnya terhenti selama-lamanya, semesta telah ikhlas mengembalikannya pada sang pencipta. Abdullah sang mujahid Islam, cinta sejati Rufaidah, sang mujahidah Islam.
Bersambung.
Barakallahufiiki ❣️
BalasHapusDitunggu kelanjutannya kaaa
Aamiin wa Iyyaki teteh. Jazakillah sudah membacanya. Kelanjutan kisah sudah diposting. https://rivianafilahfauziah.blogspot.com/2020/05/menjelajahi-kisah-rasyid-kembali-dengan.html
BalasHapusJazaakillaahu khairan katsiiran....
BalasHapusJazaakillaahu khairan katsiiran....
BalasHapus