[Menjelajahi Kisah] - Rasyid Kembali, dengan Gelisah Hati

Rasyid Kembali, dengan Gelisah Hati

(Sebelum membaca ini, ada baiknya teman-teman terlebih dulu membaca postingan sebelumnya, Selamat menjelajahi kisah, mudah mudahan mendapat hikmah)


"Bersumpahlah demi Allah, Rufaidah! Bersumpahlah bahwa engkau akan menyempurnakan perjalanan hidup sepeninggalku. Bersumpahlah bahwa engkau akan meneruskan perjuangan menyebarkan Islam dan menebar cahaya di setiap rumah dan di setiap hati sehingga kita bisa menyelamatkan kaum kita dari pekatnya kebodohan."

"Aku berjanji kepada Allah, dan aku berjanji kepadamu, Abdullah! Aku berjanji meneruskan perjuanganmu sampai ajal menjemputku!" 

Sejak saat itu, saat raga dan jiwa Abdullah telah hilang, Rufaidah selalu menghadirkan semangat suaminya dalam dirinya, bahkan lebih dari itu. Melalui bidang pengobatan dan perawatan, ia banyak mengabdikan diri dalam Islam. Dan sejak maut mendapati jiwa Abdullah, sesaat Abdullah melafadzkan syahadat dengan susah payah bersebab lidahnya yang dipotong serta luka-luka tusukannya yang sangat dalam. Ternyata diruangan itu, terdengar salah seorang melantukan ayat suci Al-quran Surat Ali-Imran ayat 167-168, dia adalah yang diam diam telah masuk islam. Sa’ad al-aslami, ayah Rufaidah, sang dukun tersohor saat itu telah berada dalam nauangan Dienul islam.

Sejak saat itu, keadaan kuil ( tempat pengobatan milik Sa’ad dan Rufaidah) berubah total. Dalam ruangannya tiada lagi didapati patung patung , tulisan tulisan mantra di dinding, pun jimat jimat dan kepala binatang yang digantungkan disetiap penjuru ruangan. Tidak lagi ada darah dan khamr sebagai media penyembuhan, semuanya terlihat bersih dan rapih, pun dengan pakaian Rufaidah dan perawat lainnya yang serba putih. Terlihat bagaikan malaikat yang akan memberikan pertolongan pada yang datang karena kesakitan atau sekarat. Semua prosedur pengobatannya telah menjadi pengobatan yang dijalankan sesuai ajaran Islam.

Masih teringat dibenak Rufaidah, Saat jahiliyah dulu, pasien yang berdatangan ke kuil ini kebanyakan adalah mereka yang suka menumpahkan darah atau pembuhun bayaran, yang mabuk-mabukkan, penyembah berhala, serta yang senantiasa menggantungkan jimat di dadanya.  Contohnya seperti Zhalim bin Ghawi, seorang penumpah darah di Semenanjung Arab. Yang saat itu ia datang ke kuil dalam keadaan mabuk serta luka di beberapa tubuhnya. Dan masih banyak lagi, yang pasti mereka bukan dari kalangan umat muslim.

Sehingga, setelah islam datang. Kuil ini banyak didatangi pasien pasien umat Islam, bahkan ada pula anak- anak yatim yang meminta kebaikan serta kedermawan Rufaidah selalu hadir dan duduk didepan tempat pengobatan.  Sampai suatu waktu, Ummu Wahab (rekan perawat) membawa seorang lelaki bertubuh tinggi besar dengan kepala dan tangannya berbalut perban. Namun perban tersebut sudah terlumuri darah dari luka baru.

Assalamualaikum Ya Mumaridhatul islam.”, lelaki itu segera memberi salam kepada yang ada dalam ruangan. Rufaidah menjawabnya, kemudian memulai mengobatinya. Namun selama pengobatan, lelaki itu sangat terheran-heran, menatap sekeliling dengan ketakjuban. 

MasyaAllah! Siapa yang bilang bahwa ini adalah tempat pengobatan milik Sa’ad al-Aslami?” lelaki itu terpana melihat perubahan tempat pengobatan ini, lir perubahan dari kegelapan kepada cahaya yang terang benderang. “ Kau mengenal ayahku?” Rufaidah bertanya. Kemudian lelaki itu meng-iya-kan, sebab saat jahiiyah ia pernah berkali-kali ke tempat pengobatan ayahnya.

Ketika Rufaidah membuka perban di bagian kepala dan tangannya, ia kaget karena ada banyak bekas luka lama dan luka baru. “ Seluruh luka ini dulu telah sembuh oleh ayahmu juga olehmu, Rufaidah. Bagaimana mungkin kamu bisa lupa?” . Rufaidah mencoba memandang lelaki itu dengan serius, flashback ke masa-masa lalu. “Ah iya, saya ingat. Bukankah engkau adalah Zhalim bin ghawi bin Aqrab? Penumpah Darah di Semenanjung Arab? Siapa yang bisa lupa pada orang seperti Paman?” Rufaidah angkat bicara.

Namun, sesungguhnya itu terjadi pada masa jahiliyah, yang telah menjadi kenangan buruk bagi Zhalim. Dalam perbincangannya dengan Rufaidah, Zhalim menceritakan bagaimana ia bisa bertemu dengan Nabi hingga kemudian masuk Islam dan bahkan mengganti namanya. Menjadi Rasyid bin Hafsh, nama yang diberikan langsung oleh Rasulullah SAW. Sejak saat itu, Rasyid menjadi tentara Islam. Ikut berperang bersama rasulullah, membasmi musuh serta membela agama Allah.

Setelah diobati dengan penuh telaten, Rufaidah meminta izin keluar karena ada pasien baru. Akhirnya Rasyid bersendirian, diam dalam hening tersebut. “ Semoga Engkau dalam pemeliharaan Allah, Rufaidah” dia mengucap doa. Namun dalam raut wajah Rasyid tergambar kegelisahan, resah, pikirannya terlihat tak menentu.

“Apa yang harus kulakukan, agar hatiku dapat tenang? Apa yang harus kulakukan agar kobar api di dadaku ini padam? Apakah aku harus memberitahukan kenyataan pahit ini dan menguak luka lama? Ata menguburnya dilubuh hamenyertaiku ke kubur nanti? Ya Allah, berilah Hidayah untuk menuju kebenaran.” Rasyid terduduk lesu, kemuidan terisak tangis yang lirih namun mengiris ngiris hati.


Bersambung..


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

A.Hasan ,guru besar persis