Jangan Jatuh Cinta
Jangan Jatuh Cinta
Ramadhan keberapa ini? Aku kira ramadhan dirumah akan terasa lebiiiih lama dan panjang, tapi ternyata sebaliknya. Tiba-tiba saja H-27 menuju Idul Fitri, menuju lebaran. Oh iya dari sekarang, mari kenali dulu mahram kita, serta persiapkan keberanian dan perkuat prinsip untuk tidak berjabat tangan kepada selain mahram yang sudah dijelaskan oleh Syariat islam. Yu, mulai dari diri kita untuk mempopolerkan syariatNya.
Oke, Kali
ini aku mencoba menulis bahasan berbeda dari postingan sebelumnya, yang menurut
aku cukup sensitive dan agak susah untuk dikomunikasikan lewat tulisan. Tapi karena
beberapa teman memintaku untuk ‘Nulis about Cinta’, maka aku coba. Bismillah.
Dan
tulisan ini tidak hadir murni dari pemikiranku saja, melainkan merupakan
kolektifitas dari pemikiran beberapa temanku yang telah aku tanyai perihal tema
ini. Dan benar saja, berbincang perihal ini cukup geli dan aneh buatku yang
memegang prinsip bahwa persoalan cinta adalah hal yang tidak perlu dibahas
sedemikian rinci dan sering. Tapi ternyata, posisi perbincangan cinta amat urgen,
important untuk kita diskusikan. Kalau menurutmu gimana?
Oke langsung
saja. Jadi begini, “Aku sedang Jatuh Cinta” . Hmm..
Sepakat
bukan? Setiap insan yang sedang didatangi sepaket tamu emosi bernama Cinta akan
melontarkan perkataan itu, baik diucapkan dengan tegas lewat lisan, atau diam
diam dalam hati. Dan jelas, bahwa objek yang ‘dicintai’nya akan sangat beragam,
baik itu benda, sifat, atau tentunya orang.
Sejak
dahula kala, sepertinya setiap bentuk pembuktian dari Jatuh Cinta, bagaimana
pun atau apapun bentuk atau praktiknya, seakan lumrah bagi kita. Tapi mari jelajahi semua
yang lumrah itu, sebab yang lumrah
ternyata tidak sepenuhnya benar. Mari kita bicarakan disini,
So,
sebelumnya Aku mau menanyakan sesuatu kepada kamu, pernah melihat seseorang
jatuh? Atau aku rasa kamu pun pernah mengalaminya. Lantas bagaimana kronologi
atau urutan kejadiannya? Mari aku ajak kamu mengelana pada masa-masa kita jatuh
sampai membekaskan luka perih, atau kalau bahasa sunda nya ‘bared’ . Sudah?
Ketemu memorinya?
Oke
mantap.. That Right, jatuh cinta itu seperti saat seseorang terjatuh, yang
dimana orang itu tidak akan mampu memilih tempat terjatuhnya. Ia akan tiba-tiba
saja terjatuh dan tidak bisa menghentikan prosesnya. “Bruk”. Kita jatuh di
sembarang tempat, kesakitan dan meringis perih tanpa malu dan sadar kita berada
di muka umum misal.
Itu sedikitnya analogy dari jatuh cinta, mari hubungkan dan pikirkan, karena rasanya Cinta terlalu berharga untuk diperlakukan seperti itu.
Dan aku kira, tentunya cinta sejati bukan cinta yang jatuh terhempas disembarang tempat. Seorang bijak yang ku kenal bilang, bahwa cinta itu berharga, harus diletakkan dengan hati-hati, dirawat sepenuh hati.
Apalagi, fakta yang menjelaskan bahwa karena
perasaan Cinta itu akan mampu mempengaruhi diri bahkan kehidupan kita, maka dengan konsep jatuh cinta sungguh akan merugikan kita. Dari sini kita perlu mafhum
sepertinya, bahwa jatuh cinta ternyata merupakan bentuk pengelolaan cinta yang
paling rendah. Sepakat ga? Kamu Simpan dulu jawabannya ya. Aku coba bagikan
pandangan teman-temanku perihal ini.
“Dind,
Jatuh Cinta menurutmu apa?” Subuh tadi aku memberikan satu pesan whatsapp
kepadanya, Dinda @nurafifahdinda, kawanku
saat dipesantren dulu.
“Jatuh cinta yaa.. ", balasnya
"Secara
umum, kata jatuh cinta itu terdiri dari dua kata. Jatuh dan Cinta. Kenapa mesti
jatuh? Karena biasanya jatuh cinta itu bermula dari pandangan kemudian turun ke
hati, dan akhirnya membuat hati berdecak kagum, simpati, bahkan mungkin sampai
berdebar, baik itu kepada makhluk atau barang. Dari situlah, tumbuhlah yang
disebut cinta. Dan disebutlah jatuh cinta, yang kemudian biasanya akan
berlanjut sampai timbul gejala keresahan, ingat terus. Dan lain-lain.” Dinda
menulis rangkaian itu sebagai jawaban.
Kita
beralih kepada pandangan yang lain, dari Teh Ansa, aka Ana Anisa @ananisa_,
teteh aku yang gahool yang sekarang hadir di Podcast (Boleh ni kunjungi
podcastnya, anchor.fm/ansata_), sekaligus teteh dijurusanku, yang satu-satunya mahasiswa
semester 4 yang salembur sama aku, sama sama budak ciamis uyy.
“Teh,
Pandangan tteh perihal jatuh cinta gimana?” Pagi tadi aku Whatsapp teh ana dadakan.
Tapi perbincangan dengannya ternyata tidaks seserius perbicangan dengan Dinda.
Aku jadi dibuat geli sendiri.
“HAHAHA,
Ada apa de nanya gitu? Ciee.” Teh ana jawab itu dengan Bolt. Aku keheranan, “Tidak ada
unsur aku lagi jatuh cinta ko teh. Sekadar bertanya. Wkwk” Aku segera
membalasnya sebagai konfirmasi supaya tidak terjadi benih benih kesalahpahaman.
Jdi memang, teh Ana itu persis aku, yang gak terlalu peduli perbincangan perihal
cinta , adem ayem kayak gak merasakan perasaan cinta, padahal… ini mungkin yang
dinamakan cinta diam diam, biar masing masing hati saja yang tau kalau belum
siap ke jenjang yang lebih serius.
Teh
Ana menganalogikan jatuh cinta seperti ini, “Pernah liat ikhwan sholeh ga?
Gimana perasaan kita, pas ngeliatnya? adem kan? Terkagum kagum sampai bilang
gak kuat liat dia sambil ngobrol sana ngobrol sini bahwa dia itu calon suami
idaman banget. Sampai karena terlalu sering dilihat, kemudian diingat, timbulah
ketertarikan yang berganti busana menjadi emosi cinta. Dari sini kita pahami,
bahwa benar cinta bersumber dari mata. Dan baik itu perempuan atau laki-laki,
jika dihadapkan dengan cinta, ia akan lemah.”
“Jadi cinta memang adalah fitrah. Kita juga pernah mungkin secara tiba tiba mencintai seseorang. Awalnya itu memang fitrah, tapi setelahnya yang membuat kita bisa jatuh atau bangun karen cinta itu. Jadi ada dua penampakan dari cinta, saat kita menyukai seseorang kemudian sadar ada rasa lebih, dan akhirnya menampakkan cinta itu dengan mengikuti hawa nafsu untuk terus berdekatan dengan dia, chattingan dengan dia bahkan sampeeee bela-belain begadang, jalan berdua, dan lain-lain, maka disini konteksnya cinta telah menjadi negative, kita sudah terjatuh dengan cinta itu."
"Tapi sebaliknya, ketika
kita mulai sadar mencintainya, kemudian menjauhi segala hal yang mengarahkan
pada pembuktian cinta yang tidak seharusnya seperti memandangnya terus, meminta si
dia diskusi dengan kita padahal sebenernya supaya deket dengan dia, ngajak jalan, ngajak pacaran dan semacamnya, kita tepis, kita hanyutkan pemikiran tersebut, kemudian mengalihkan pandangan
dan hati supaya tidak jatuh, maka kita tidak akan terjatuh pada cinta itu. Aku
kira inilah cinta positif.”
“Bener
teu de? Ah ade ge paham pasti.” Katanya setelah mengirimkan voice note selama 8
menit lebih.
That
Right, sampai perbincangan ini, aku sepakat dengan mereka. So, aku ajak kamu
untuk ‘Jangan jatuh cinta.”
Bersambung…
Oh
tunggu dulu, ada yang tertinggal dan terlupa ternyata. Dinda kirim satu hadist
yang tertera dalam buku yang sedang ia baca, isi hadistnya begini:
“Rasulullah SAW bersabda:
Man Ahabba Syai’an katsura dzikruhu, katanya, saat orang sedang jatuh cinta lebih cenderung selalu mengingat dan menyebut nama orang yang dicintainya. lalu Man ahabba syai’an fa huwa abduhu, orang tersebut juga bisa diperbudak oleh rasa cintanya.
Singkat
saja, Jadi, bucin a.k.a budak cinta itu berarti hadir dari mereka yang sedang
mengalami jatuh cinta. Dan saat kita mengatasnamakan diri kita sebagai budak
atas sesuatu, yaitu cinta, berarti kita berikan sepenuhnya segala yang ada
dalam diri kita dan apa yang kita punya kepada yang dicinta. Mantap dan gak
salah sih kalau yang dicinta itu adalah Tuhan kita, Allah, tapi jika maksud
yang dicinta adalah selainnya, gimana jadinya? Mari mari maknai kembali bucin
itu.
Ini baru Bersambung..
Komentar
Posting Komentar