Ngomongin Pendidikan #Eps 3 Manusia Baik Produk PI
Bismillahhirahmanirrahim, Hi manteman yang selalu peduli akan Pendidikan.
Kuucapkan ‘selamat berjuang’ bagi
kalian yang telah terjun dalam memantapkan kualitas pendidikan Islam di negeri
kita, bagi yang perjuangannya masih mengudara dan masih kecil-kecilan macam
aku, hehe, semangat jugaaa. Aku percaya, kita semua pasti mengharapkan
supremasi pendidikan Islam kembali berjaya. Karena begitulah, indahnya
pendidikan Islam sampai mampu menegakkan sebuah peradaban yang luar biasa hebat. Atas RidhoNya.
Oke, langsung aja.. Kali ini, di ngomongin pendidikan eps 3 lewat aksara ini, aku akan masih mencoba berbincang perihal pendidikan islam, dan masih belum bincang PI dalam konteks lembaga ya. Ini meruapakan salah satu hasil dengerin diskusi PIMPIN di radio mqfmnetwork.com yang narasumbernya sendiri adalah Pendiri PIMPIN Bandung, yaitu Ustad Usep M. Ishaq, juga merupakan hasil baca di beberapa jurnal pendidikan islam gitu. Jadi jika diantara temen-temen, merasa punya argument dan tambahan mengenai pembahasan pendidikan kali ini, boleh share supaya sayap sayap ilmu yang kita peroleh meluas dan tidak sekadar dipendam semata. :)
Nah langsung aja yu kita bincang-bincang.. Jadi manteman, sekitar tahun 1977, dalam Konferensi Pendidikan Islam se-dunia pertama yang dilaksanakan di Makkah, Syeikh Naquib Alattas yang merupakan salah seorang pemikir islam menyatakan bahwa tujuan pendidikan islam adalah to create good man as good/ to produce good man. Jadi? Simple ya, hanya sebagai manusia yang baik, kata beliau.
And then, manteman… Pernah ga denger kata-kata bahwa
menjadi orang baik itu mudah, dengan hanya kita diam maka kita sudah baik. Tapi
untuk menjadi bermanfaatlah yang susah.” ? Umm jadi sesimple itukah maksud manusia
yang baik menurut Syeikh Naquib Alattas?
1. Kebijaksanaan/ Hikmah,
Kenapa hikmah
mendapat posisi pertama sebagai ummahatul Akhlaq? Jawabannya karena
maknanya melebihi ilmu itu sendiri. Mungkin kita merasa familiar dengan kata
hikmah dan sering digandengkan dengan kata ibrah. Ternyata, makna hikmah
sendiri lebih luas dari itu. Hikmah adalah level tertinggi dari pemahaman
seseorang. Orang akan mampu dengan bijak menempatkan ilmu pada tempat benar dan
sewajarnya.
Kaloo boleh ni mengutip
salah satu pernyataan ulama, salah satunya Ibnu Manzhur, , beliau itu mendefinisikan
Hikmah sebagai “Ma’rifah Afdhal al-Asy-ya bi Afdhal al-‘Ulum” ( mengenali
hal-hal paling utama dengan pengetahuan paling utama). Orang kemudian
mengidentikkan Hikmah sebagai filsafat atau pengetahuan filosofis. Sering
denger juga kan? makna Filsafat secara etimmologi yang berarti cinta
kebijaksanaan (Love of Wisdom).
Umm, ah iya, satu
lagi pernyataan dari Ibn Qayyim al-Jauziyah, ulama terkemuka bermazhab Hambali,
murid utama Ibn Taimiyah, beliau ituu memaknai al-hikmah sebagai al-Ilm
al-Nafi’ wa al-‘Amal al-shalih, yakni ilmu pengetahuan yang bermanfaat dan
perilaku yang baik (saleh).
And then, Pada intinya, bisa kita ambil benang merah,
bahwa hikmah hadir diperoleh dari pemahaman (al-fahm), pengetahuan (al-ilm) dan
pengalaman (al-ma’rifah) disertai dengan rasa takwa kepada Allah. Kalau Cuma
mengandalkan keilmuan, ndak mungkin seseorang sampai pada tingkat hikmah. Wallahu
Alam bis Shawab.
2. Iffah
Adakah yang
namanya Afif atau Afifah? Kita doakan mudah-mudahan mereka –kita juga
tentunya- adalah orang-orang yang selalu menjaga kesuciannya dari hawa
nafsu yang memberangus. Oh ya jadi kaitanyya dengan pendidikan atau dengan ilmu
pengetahuan apa ni? Jadi gini lho Riv, Iffah itu merupakan sebuah keutamaan
yang dimiliki ketika kita mampu mengendalikan hawa nafsu dengan akal sehat. So,
bisa kita simpulkan bahwa seseorang yang mampu memfungsikan 'iffah-nya, berarti
akal sehatnya bekerja dengan baik. Kalau iffah nya gak berfungsi, akal sehatnya
perlu dipertanyakan niii guysss. Hayo looo. Sebenarnya kalau kita bincang
perihal iffah, kayaknya bakal panjang. Maka aku batasi saja.
Intinya ketika
kita ingin memperbaiki sebuah fenomena dekadensi moral, maka salah satu yang
perlu dipulihkan kembali yaitu kekuatan 'iffah pada suatu masyarakat. Dan Pendidikan
hati (tarbiyyatu nafs) adalah jawabannya. Gitu sedikitnya yang aku
pahami.
3. Adil
–
Perihal Adil, Emm
I know you also understand about this.. Yaps, Adil bisa kita maknai sebagai
suatu tindakan atau perlakukan yang seimbang dan sesuai dengan ketentuan, tidak
membenarkan yang salah dan tidak menyalahkan yang benar, meskipun harus
menghadapi konsekuensi-konsekuensi tertentu. Berarti kita ndak perlu lagi
menuntut sebuah perlakuan adil dalam makna sama rata, seimbang, atau apalah
yang artinya sepadan dengan kata ‘sama’ saja.
Maka dalam hal
ini keadilan dapat didefinisikan menyampaikan segala sesuatu yang menjadi
haknya sekaligus menjaga atau memelihara dan menjauhi yang bukan haknya sesuai
dengan kadar atau ketentuan masing-masing haknya. Gitu ngga?
Okrayy, Finally
about Adil, Kita ambil benang merah, bahwa prinsip keadilan merupakan prinsip
yang signifikan dalam memelihara keseimbangan masyarakat dan mendapat perhatian
publik. Penerapannya dapat menjamin kesehatan masyarakat dan membawa kedamaian
kepada jiwa mereka. Sebaliknya penindasan, kezaliman, dan diskriminasi tidak
akan dapat membawa kedamaian dan kebahagiaan. So, sepakat kan bahwa keadilan
adalah bagian dari Ummahatul Akhlaq?
4. Syaja’ah
Singkatnya berarti berani, “Gue banget,” adakah
hatinya yang bersuara seperti itu,? Hehe.
Jadi yaaa, syaja’ah ini merupakan sikap dewasa
dalam menghadapi kesulitan atau bahaya ketika mengancam. Orang yang melihat
kejahatan, dan khawatir terkena dampaknya, kemudian menentang maka itulah
pemberani. Orang yang berbuat maksimal sesuatu sesuai statusnya itulah
pemberani. So bukan berarti Beranii itu gak takut sama sekali, layaknya makna ‘adam
al-khauf (tidak takut sama sekali). Dan intinya keberanian lahir dan
berorientasi kepada aspek dan pertimbangan maslahat, kalau keluar dari batas
itu, berarti Kita so pemberani kali ya, hehe.
Kalau
ngomongin syajaah ini, kita mesti flashback ke masa-masa perjuangan menyebarkan
dienul Islam, masa masa nabi dan pengikut pertamanya. Mereka adalah orang yang
memiliki sifat syaja’ah yang sungguh luar biasa. Kita tengok dulu, begitu
ngerinya konsekuensi dari sifat syaja’ah yang mereka hujamkan didalam hatinya.
Layaknya Keluarga Ammar bin Yasir, Masitah pelayan Firaun, dan lainnya yang
amat berani menebus keimanannya kepada Allah dengan nyawa, tanpa ragu.
So, singkatnya biar lebih nyata, kita bisa aplikasan sifat syaja’ah ini dengan berani dalam berkomitmen terhadap kebenaran, berani mendengarkan celaan manusia, berani untuk menghindari sifat ikut-ikutan, berani kehilangan harta dunia, berani mengambil berbagai resiko, tentunya harus atas dasar perjuangan terus mempopulerkan nilai-nilai Islam, atas dasar perjuangan menggapai rihdo Allah. Humm gampang ya ngobrol mah, gapapa syukur Alhamdulillah Allah masih beri sempat kita untuk mengelana dalam kata dan ucap, sebelum merealisasikannya secara nyata. Aamiin yaa, kita terus berusaha saja supaya tulisan pula ucap kita tidak hambar dan hilang makna karena tidak direalisasikan.
Mungkin kucukupkan, Jika Ummahatul Akhlaq itu telah menghujam hati manusia berilmu, lingkaran setan kiranya gak akan lahir ke dunia, hehe. Alhamdulillah dari sini aku paham bagaimana kriteria dari manusia baik yang dijadikan sebagai poin tujuan Pendidikan islam, aku juga menjadi paham bahwa menjadi baik tentunya bukan perkara mudah, yang hanya dengan diam saja, apalagi diam saat maksiat merajalela di depannya.
Macam saat ini, atau bahkan sejak dulu, dimana
keadilan didobrak –semau gue-, demi kekuasaan –untuk gue-. Yang terbaru misal,
kasus Pak Novel Baswedan yang akhirnya memberikan gambaran jelas kepada
masyarakat awam bahkan, bahwa hukum serta keadilan di negara kita semakin
tumpul ke bawah, dikebiri, dan ditelanjangi demi kepentingan sendiri, oh atau
kelompok tertentu yang memang ujung-ujungnya kepentingan pribadi. Naudzubillah..
Atau kasus Bintang Emon, yang jelas-jelas menggunakan ilmu dan potensinya untuk memperbaiki ‘yang keliru’ dan membuka pemikiran masyarakat ‘yang masih keliru’ . Namun malah dibalas dengan berbagai tuduhan negative tanpa bukti yang dengan cepat viral. Aku paham mereka yang ada dibalik tegaknya ketidak adilan hukum adalah orang orang berpengetahuan, berilmu tinggi, dan terpelajar. Tapi..
Kuakhiri, pada intinya seseorang yg
memiliki pengetahuan, tanpa akhlaq yang baik, tentunya akan menjadi penghancur
berskala besar di masyarakat, mendobrak keadilan dengan sewenang-wenang. Syeikh
Naquib Alattas menyebut dan memaknainya sebagai ‘lingkaran setan’ tadi itu. Saat
pendidikan rusak maka akan menghasilkan pemimpin yang rusak. Pemimpin rusak
menghasilkan kebijakan rusak. Kebijakan yang rusak akan mengahasilkan
pendidikan yang rusak lebih luas. Astagfirullah, jadi bener yaa, akibatnya akan
mencapai skala besar yang tidak pernah kita duga.
Nah, satu lagi, Karena pendidikan rusak,
degradasi terhadap moral semakin marak, manusia lepas kendali dengan Allah sebagai
Tuhannya, sehingga melahirkan tiga ciri, apa aja:
1. Nilai kemanusian, yang tidak bertuhan (Humanisme). Seperti yang disebutkan sebelumnya. Demi kepentingan –gue- atau golongan –gue-, orang lain dikorbankan, bahkan yang lebih frontal, agama dihancurkan.
2. Nilai materi yang tidak bertuhan
(Materialisme),. Orang mulai dibunuh dengan harta, kemanusiaan dikesampingkan.
Nafsu jadi Tuhan,
3. Perilaku yang tidak bertuhan
(Atheisme).
Terakhir, ada wejangan dari salah satu Asatidz saya, beliau bilang, “Akal tanpa qalbu menjadikan manusia sebagai robot. Pikir tanpa zikir menjadikan manusia seperti setan. Kemudian Buya Hamka bilang bahwa Iman tanpa ilmu bagaikan lentera ditangan bayi, sedangkan ilmu tanpa iman bagaikan lentera di tangan pencuri.”
Penutup, kuhaturkan maaf sebesar-besarnya apabila pembahasannya ngaler ngidul ya .. :')
Krisar membangun diharapkan :)
Jazakumullah Khairan Katsiraa
Maasya Allah Vi..
BalasHapusBerarti sebenarnya pendidikan Indonesia itu masih jauh dari benar ya? Bahkan bila dilihat lebih jauh banyak pendidikan non formal yg mencetak pribadi berakhlak dengan skill mumpuni. Bagaimana tanggapan via?
BalasHapusYa bisa dibilang gitu shaf,sejak dulu tubuh pendidikan masih dihinggapi banyak problem yang mengkaburkan hakikat tujuan pendidikan itu sendiri, terus berimbas kepada kekeliruan perumusan dan penerapan kurikulum plus metode pendidikannya, bahkan kayaknya kekeliruan pada aspek lain juga.
BalasHapusTerlebih untuk Pendidikan Islam sendiri, jelas banyak rintangan untuk mewujudkannya. Macam kapitalis, sekuleris, dan turunannya.. :')
Kalau perihal ini, belum bisa menjamin deh, gak bisa menyebutkan pendidikan non formal yang lebih berhasil, sepertinya mesti penelitian dulu biar tau persentase dari kualitas output formal dan non formalnya :)